Bidadara untuk Wanita?

Syaikh Muhammad al-‘Utsaymīn pernah ditanya, “Jika seorang wanita dari kalangan ahli surga belum pernah menikah di dunia, atau ia menikah namun suaminya tidak masuk surga, maka siapakah yang akan bersama wanita itu (di surga)?”

Beliau menjawab, “Jawaban atas pertanyaan ini dapat diambil dari keumuman firman Allah Ta’ālā:

وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَشْتَهِي أَنفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ نُزُلاً مِّنْ غَفُورٍ رَّحِيم

“Dan bagi kamu di dalamnya (akhirat) apa yang kamu inginkan dan bagi kamu (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari Rabb yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Fushshilat [41]: 31-32)

Juga dari (keumuman) firman Allah Ta’ālā:

وَفِيهَا مَا تَشْتَهِيهِ الْأَنفُسُ وَتَلَذُّ الْأَعْيُنُ وَأَنتُمْ فِيهَا خَالِدُون

“Dan di dalam surga itu terdapat segala apa yang diingini oleh hati dan sedap (dipandang) mata dan kamu kekal di dalamnya.” (QS. Az-Zukhruf [43]: 71)

Jika seorang wanita termasuk ahli surga dan ia belum pernah menikah (di dunia), atau ternyata suaminya (di dunia) tidak termasuk ahli surga, maka apabila wanita itu memasuki surga niscaya ia akan mendapati bahwa di surga ada pria-pria yang juga belum menikah (di dunia), yang mana pria-pria tersebut memiliki istri-istri dari kalangan bidadari dan wanita-wanita dunia—jika mereka menghendaki dan jiwa mereka menginginkan hal itu. Maka begitu pula yang kita katakan terkait dengan wanita tadi—(yaitu) apabila ia belum memiliki suami (di dunia) atau ia memiliki suami di dunia namun suaminya tidak masuk surga bersamanya—bahwa apabila ia ingin menikah maka ia pasti akan mendapatkan apa yang ia inginkan tersebut, berdasarkan keumuman ayat-ayat di atas. Pada saat ini saya belum mendapati nash yang khusus dalam permasalahan ini, dan ilmu adalah milik Allah Ta’ālā.” [Fatāwa al-‘Aqīdah, hal. 312]

Dalam kesempatan lain beliau berkata, “Termasuk hal yang umum diketahui bahwa pernikahan termasuk perkara yang paling diinginkan oleh jiwa, dan hal ini terealisir bagi penduduk surga, baik laki-laki maupun wanita.”

Beliau juga berkata, “Hanyalah disebutkan istri-istri bagi para lelaki, sebab lelaki adalah pihak yang mencari dan menginginkan wanita. Karena itulah hanya disebutkan istri-istri bagi para lelaki di surga dan tidak disebutkan suami-suami bagi para wanita. Namun hal ini bukan berarti para wanita tersebut tidak memiliki suami (di surga), bahkan wanita-wanita tersebut memiliki suami-suami dari kalangan anak Adam.” [Fatāwa al-‘Aqīdah, hal. 313]

Bagaimana dengan Wanita yang Pernah Memiliki Lebih dari Seorang Suami?

Apabila wanita tersebut pernah memiliki memiliki lebih dari satu suami di dunia, dan hanya satu dari suaminya yang masuk surga, maka wanita itu akan bersama suaminya yang masuk surga. Namun, bagaimana sekiranya seluruh suaminya masuk surga? Sependek pengetahuan kami, setidaknya terdapat dua pendapat di kalangan ulama dalam hal ini:

Pendapat Pertama: Wanita Tersebut Memilih Suami yang Dikehendakinya

Syaikh Muhammad al-‘Utsaymīn pernah ditanya, “Jika seorang wanita pernah memiliki dua orang suami di dunia (suami pertama meninggal dunia lalu wanita tersebut menikah lagi, kemudian kedua suami dan wanita tersebut masuk surga), maka siapakah yang akan bersama wanita tadi?”

Beliau menjawab, “Jika seorang wanita memiliki dua orang suami di dunia, maka pada hari kiamat ia akan diperintahkan untuk memilih (salah satu) di antara keduanya di surga. Dan apabila wanita itu belum menikah di dunia, maka Allah akan menikahkannya dengan orang yang akan menjadi penyejuk mata baginya di surga. Kenikmatan surga tidaklah terbatas untuk pria, akan tetapi mencakup pria dan wanita, dan di antara kenikmatan tersebut adalah pernikahan.” [Fatāwa al-‘Aqīdah, hal. 313]

Pendapat Kedua: Wanita Tersebut Bersama Suaminya yang Terakhir

Pendapat yang paling kuat dalam hal ini—insya Allah—dan didukung oleh hadits serta atsar adalah, ketika di surga, wanita mukminah akan bersama dengan suami terakhirnya di dunia. [Lihat al-Jannah wan Nār, Dr. ‘Umar Sulaimān al-Asyqar, hal. 245-246]

Nabi ` bersabda,

الْمَرْأَةُ لِآخِرِ أَزْوَاجِهَا

“Seorang wanita adalah untuk suaminya yang terakhir.”

[Lihat Shahīh al-Jāmi’, no. 6691; dan ash-Shahīhah, no. 1281]

Imam ath-Thabrāni meriwayatkan, bahwa Mu’āwiyah pernah meminang Ummu ad-Dardā` setelah Abū ad-Dardā` meninggal dunia. Maka Ummu ad-Dardā` berkata, “Sesungguhnya aku pernah mendengar Abū ad-Dardā` menyebutkan bahwa Rasulullah ` bersabda, ‘Siapa saja wanita yang ditinggal mati oleh suaminya, lalu ia menikah lagi, maka ia diperuntukkan bagi suaminya yang terakhir.’ [Hadits ini dinyatakan valid oleh Syaikh al-Albāni dalam Shahīh al-Jāmi’, no. 2704] Dan tidaklah aku lebih memilihmu dibandingkan Abū ad-Dardā`.”

[Al-Mu’jam al-Ausath (III/275) no. 3130]

Imam al-Baihaqi meriwayatkan, bahwa Hudzaifah berkata kepada istrinya, “Jika engkau ingin untuk menjadi istriku di surga maka janganlah engkau menikah lagi sepeninggalku. Sebab wanita di surga itu diperuntukkan bagi suaminya yang terakhir di dunia. Karena itulah Allah mengharamkan istri-istri Nabi ` untuk menikah lagi sepeninggal beliau, sebab mereka adalah istri-istri beliau di surga.”

[Sunan al-Baihaqi al-Kubrā (VII/69) no. 13199]

Imam Ibn Sa’d meriwayatkan, bahwa Asmā` pernah mengadukan sikap keras suaminya, az-Zubair Ibn al-‘Awwām, kepada ayahnya, Abū Bakr. Maka Abū Bakr berkata, “Wahai puteriku, bersabarlah. Sebab apabila seorang wanita memiliki suami yang shalih lalu si suami meninggal dunia dan ia tidak menikah lagi, niscaya Allah akan mengumpulkan keduanya di surga.”

[Ath-Thabaqāt al-Kubrā (VIII/251). Lihat pula ash-Shahīhah, penjelasan hadits no. 1281]

Penting untuk diingat kembali, bahwa di surga tidak ada kesedihan dan kegundahan, hanya ada suka cita dan kegembiraan. Karena itu, meskipun seorang wanita di surga akan bersanding suaminya yang terakhir—padahal bisa jadi ketika di dunia ia lebih mencintai suaminya yang lain—namun ia tetap akan bahagia dan bersuka cita. Wallāhu a’lam.

Salam,

Abū Fāris an-Nuri

7 thoughts on “Bidadara untuk Wanita?

  1. ass. wr. wb.
    apakah mungkin di surga sana, saya bisa bersama seorang wanita yang telah menjadi istri orang lain?
    mohon penjelasannya.

    Wa`alaikumu’ssalam wr.wb.

    Apabila orang lain tersebut masuk Neraka, murtad misalnya, sedangkan istrinya dan Saudara masuk Surga, maka ada probabilitas (kemungkinan) untuk itu. Tentunya semisal hal ini tidak dapat dipastikan.

    Sebagaimana ucapan Syaikh Ibn `Utsaimin di atas bahwa suami dari wanita yang masuk Surga berasal dari keturunan anak Adam (pria) yang juga masuk Surga.

    Oia, kalaupun hendak menyingkat salam, maka seyogyanya dihindari lafal “ass” karena dapat diselewengkan kepada makna yang buruk. Saya pernah membahas hal ini melalui tulisan singkat yang dimuat dalam http://www.salafyitb.wordpress.com

    Wa’Llahu a`lam bish shawab wa’l `ilm `indaHu.

  2. saya adalah janda beranak 1 umur 2 tahun, saya baru ditinggal suami (meniggal dunia) 1 bulan yang lalu, saya sangat mencintainya dan ingin berkumpul lagi di surga apakah bisa dan memang sebelum suami meninggal beliau berwasiat supaya tidak menikah lagi, dan bisakah saya meminta kepada Allah untuk dpat bertemu dengan suami saya dalam mimpi

  3. saya mohon ada bapak kiyai yang bisa menjawab pertanyaan saya lengkap dengan hadis nya.assalamuaialaum, terima kasih sebelumnya

    Tanggapan:
    Terkait dengan pertanyaan Ibu sebelumnya, maka itu merupakan hak pilih Ibu untuk menjalankan pesan dari mendiang suami dengan tidak menikah lagi ataukah memilih menikah lagi.

    Sekiranya seorang wanita menikah lagi sepeninggal suaminya, kemudian ternyata sang wanita, suaminya yang lama dan suaminya yang baru sama-sama masuk surga, maka dalam hal ini ada dua pendapat di kalangan ulama:
    Pertama, sang wanita bebas memilih salah satu dari kedua suaminya tersebut. Menurut saya, ini adalah pendapat yang marjuh (lemah), karena hanya semata pendapat dan tidak didukung oleh dalil.
    Kedua, sang wanita akan bersama suaminya yang terakhir. Dan pendapat terakhir inilah yang dikuatkan oleh hadits dan atsar sahabat (sebagaimana dalam tulisan di atas).

    Penting untuk diingat bahwa di surga tidak ada kesedihan, dan cinta di surga tidak sama kondisinya dengan cinta di dunia. Jika di dunia saja cinta dapat berubah menjadi benci, maka apalagi dibandingkan dengan surga. Jika nanti pada hari kiamat seorang ayah, ibu, sahabat karib, suami, istri dan anak, mereka yang sangat saling mencintai dalam kehidupan dunia, tidak ingin saling membela satu sama lain dikarenakan demikian dahsyatnya hari tersebut, sebagaimana ditegaskan dalam ayat al-Quran, maka tentu kadar cinta di dunia dapat berbeda dengan ketika berada di surga.

    Dengan demikian, dalam permasalahan di atas, bagi suami pertama yang tidak lagi bersanding dengan istrinya (karena sang istri bersama suami keduanya) maka ia tetap berbahagia dan menikmati cinta (yang lain) di surga.

    Mengenai dalil dan rincian jawaban atas pertanyaan tersebut maka kiranya apa yang saya sampaikan di atas sudah mencukupi. WaLlahu a`lam.

  4. Pingback: Day 28` « .:whazt2 blog:.

  5. tapi menurut imam al-iraqi hadis ini dhoif sedangkan utk perkara2 ghoib kita harus menggunakan hadis yg sahih, bagaimana tanggapan antum?

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s