Who Moved My Cheese (Bag. 2 – Selesai)

Hem tidak tertawa dan juga tidak bereaksi.

Haw mengambil batu kecil yang tajam dan menu­liskan bahan untuk dipikirkan oleh Hem di dinding. Sama seperti kebiasaannya, Haw bahkan menggam­bar Cheese di sekelilingnya, dengan harapan tulisan itu bisa membuat Hem tersenyum, tergugah, dan mulai mengejar Cheese Baru.

Tertulis:

JIKA ANDA TIDAK BERUBAH ANDA AKAN PUNAH

Haw pernah punya keyakinan bahwa bisa jadi di da­lam sana tidak ada Cheese, dan mungkin ia tidak akan pernah menemukannya. Keyakinan yang timbul kare­na ketakutannya itu telah membekukan dan mem­bunuhnya. Haw tersenyum. Ia tahu Hem pasti sedang berta­nya-tanya “Who Moved My Cheese?namun saat ini Haw sedang bertanya pula, “Mengapa aku tidak bangkit dan bergerak bersama Cheese lebih awal?”

Continue reading

Who Moved My Cheese (Bag. 1)

“Tidak ada yang tetap, kecuali perubahan itu sendiri.” Demikianlah bunyi sebuah pameo terkenal. Tidak ada yang dapat kita lakukan untuk menghambat perubahan. Yang dapat kita lakukan hanyalah mengarahkan perubahan dan atau mengantisipasi perubahan.

Banyak buku yang mengupas tentang masalah perubahan dan inovasi seperti: Differentiate Or Die, karangan Jack Trout dan Steve Rivkin; Blue Ocean Strategy karangan W. Chan Kim dan Renée Mauborgne; Change dan Re-code Your Change DNA, keduanya karya Rhenald Kasali, dan masih banyak lagi yang lain.

Salah satu buku yang bagus, inspiring dan mudah dipahami yang mengupas tentang bagaimana menyikapi perubahan adalah Who Moved My Cheese, karangan Spencer Johnson. Meski buku ini sebenarnya termasuk kategori buku cukup lawas, namun content-nya masih tetap relevan dan dapat dimanfaatkan sampai saat ini dan nanti, sehingga saya cantumkan dalam blog ini. Meskipun alasan sebenarnya adalah, karena saya suka buku itu! Hehe.

Buku ini mengupas tentang dua hal berseberangan yang bekerja dalam diri kita, yaitu “sederhana” dan “rumit”, yang ditamsil dan diumpamakan melalui empat tokoh imajiner dalam sebuah kisah fiktif. Empat tokoh tersebut mewakili bagian dari kepribadian manusia, yaitu: Sniff (Endus), Scurry (Lacak), Hem (Kaku) dan Haw (Aman). Sniff dan Scurry digambarkan sebagai dua ekor tikus, sementara Hem dan Haw digambarkan sebagai dua orang kurcaci. Keempatnya hidup dalam labirin-labirin, yang menggambarkan berbagai perubahan dan ketidakpastian. Buku ini banyak mengandung simbolisasi yang indah dan mudah ditangkap.

Kadang kita bertindak seperti Sniff, yang mampu mencium adanya perubahan dengan cepat, atau Scurry yang segera bergegas mengambil tindakan, atau Hem yang menolak serta mengingkari perubahan karena takut perubahan akan mendatangkan hal yang buruk, atau Haw yang baru mencoba beradaptasi dalam keadaan terdesak dan apabila melihat perubahan mendatangkan sesuatu yang lebih baik.

Continue reading

Menuju Penegakan Hukum Allah (Bag. 3 – Selesai)

Pemahaman Terhadap Tauhid Asmā’ wa Shifāt dan Korelasinya dengan Penegakan Hukum Allah

Sungguh, orang yang meyakini bahwa Allah itu Maha Mendengar, Maha Melihat, Maha Mengetahui, Maha Kuasa, tidak ada yang serupa dengan-Nya… dan seterusnya, merupakan seutama-utama orang yang mengetahui bahwa hukum Dzat Yang Maha Mendengar tidaklah sama dengan hukum siapa saja yang tingkatan pendengarannya masih di bawah pendengaran-Nya, yang tingkatan penglihatannya masih di bawah penglihatan-Nya. Hukum Dzat yang Maha Mengetahui tentu tidak sama dengan hukum siapa saja yang ilmunya masih di bawah ilmu-Nya. Sebagaimana tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dzat, Nama dan Sifat-Nya, maka tidak ada suatu hukum dan syariat pun yang menyamai hukum dan syariat-Nya.

Continue reading

Menuju Penegakan Hukum Allah (Bag. 2)

Berhukum dengan Apa yang Allah Turunkan dalam Tiap Perkara dan Korelasinya dengan Amr Ma’rūf Nahy Munkar

Sesungguhnya nash-nash yang memerintahkan untuk berhukum dengan apa yang diturunkan oleh Allah itu sifatnya umum, mencakup seluruh perkara.

Nabi ` bersabda:

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ. فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وذلِك أَضْعَفُ الْإِيْمَان

“Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka dengan lisannya. Dan jika tidak mampu, maka dengan hatinya. Dan itulah selemah-lemah iman.” [Riwayat Muslim]

Berdasarkan hadits di atas, seorang muslim wajib mengubah setiap kemungkaran yang dilihatnya, sesuai urutan yang sebutkan. Baik kemungkaran tersebut berupa pengharaman yang halal, penghalalan yang haram, tindakan yang salah, maupun bid’ah dalam agama. Dan, tidak ada satu dalil pun yang menggugurkan atau mengecualikan pihak yang menyerukan tegaknya hukum Allah sebagai undang-undang dan manhaj hidup dari kewajiban mengubah kemungkaran-kemungkaran yang baru saja disebutkan.

Continue reading

Menuju Penegakan Hukum Allah (Bag. 1)

Tulisan berikut ini bersumber dari risalah Syaikh Husain al-‘Awāyisyah, yang berjudul: Kaifa Tuhakkim Nafsaka wa Ahlaka wa Man Talī Umurāhum bi Hukmi’Llah (cet. pertama, Dār Ibn Hazm, 1423 H), yang saya terjemahkan secara bebas pada kesempatan kali ini, dengan mengambil hal-hal yang penting, disertai perubahan.

Risalah tersebut sebenarnya sudah lama saya terjemahkan untuk Pustaka Imam Asy-Syafi’i dan baru diterbitkan pada tahun 1427 H/Maret 2006 M dengan judul: Menerapkan Syari’at Islam dalam Diri, Keluarga dan Orang-Orang yang Ada di Dawah Tanggung Jawab Anda, Menurut al-Qur’an dan as-Sunnah.

Continue reading