Logika Tawassul (Revisi)

Penulis pernah mendapati logika yang dikemukakan oleh orang-orang yang menganjurkan tawassul dengan orang-orang yang sudah wafat—yang zahirnya adalah orang shalih—di makam mereka, sebagai berikut: Seseorang yang hendak menemui dan meminta kepada raja maka ia harus melalui perantaraan sekretarisnya, bawahannya, atau orang yang dekat dengan raja terlebih dahulu, maka begitu pula orang yang hendak menghadap dan meminta kepada Allah, Sang Maha Raja, maka ia menggunakan perantaraan (ber-tawassul) dengan orang-orang yang dekat dengan Allah, yaitu orang-orang shalih atau para wali, di makam mereka.

Ini adalah logika, silogisme dan analogi yang sangat fatal kekeliruannya (qiyās fāsidu’l i`tibār wa ma`a’l fāriq). Sebab, tentu tidak sama antara raja dunia dengan Allah, Sang Maha Raja. Raja dunia banyak memiliki kelemahan. Ia dapat dimudharatkan oleh orang lain yang tidak dikenalnya, yaitu dibunuh atau dilukai. Di samping bahwa kekayaan raja dunia yang sangat terbatas sehingga ia tidak mampu mengabulkan permintaan dari seluruh rakyatnya. Karena itulah maka ia membutuhkan perantara, yaitu untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan dan untuk menyeleksi permintaan yang masuk kepadanya. Adapun Allah, maka siapakah yang mampu memudharatkan Allah? Bukankah Allah itu maha kaya dan dengan mudah mampu memenuhi permintaan setiap hamba-Nya?

Disebutkan dalam hadits qudsi, bahwa Allah berkata,

Continue reading