Saya beberapa kali diminta untuk mengisi salah satu rubrik dalam Newsletter Priority yang diterbitkan setiap bulan sekali oleh perusahaan tempat saya bekerja. Mengingat blog ini cukup lama tidak di-up date, maka rasanya tidak ada salahnya apabila tulisan saya yang akan di-publish untuk Newsletter Priority edisi September 2008 (tema yang dimintakan ke saya kali ini adalah tentang sedekah) dicantumkan di sini, dan semoga saja ada manfaat yang dapat dipetik, khususnya bagi diri saya pribadi. Berikut adalah tulisan dimaksud:
Sedekah: Aset di Dunia Terlebih di Akhirat
Allah `Azza wa Jalla berfirman:
مَّثَلُ الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنبُلَةٍ مِّئَةُ حَبَّةٍ وَاللّهُ يُضَاعِفُ لِمَن يَشَاءُ وَاللّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“Permisalan orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir terdapat seratus biji. Dan Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa saja yang Dia kehendaki. Dan Allah maha luas (karunia-Nya) lagi maha mengetahui.” (QS. Al-Baqarah [2]: 261.)
Demikianlah Allah memotivasi para hamba-Nya untuk menafkahkan atau memberikan harta di jalan-Nya, yakni dalam segala hal yang mendatangkan keridhaan-Nya. Firman Allah tersebut mencakup pengeluaran harta yang sifatnya wajib, seperti zakat, maupun yang sifatnya sunnah, seperti infaq dan sedekah sunnah. Satu dibalas tujuh ratus kali lipat.
Dari Abu Hurairah, Nabi s.a.w. bersabda,
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ
“Sedekah itu tidak mengurangi harta.” [Riwayat Muslim dalam Shahīh-nya IV/2001/2588, dan lain-lain.]
Nabi s.a.w. juga bersabda,
مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ الْعِبَادُ فِيهِ إِلاَّ مَلَكَانِ يَنْزِلاَنِ فَيَقُولُ أَحَدُهُمَا اللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا وَيَقُولُ الآخَرُ اللَّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا
“Tidak ada satu hari pun yang dilalui oleh seorang hamba melainkan pada pagi harinya dua malaikat turun kepadanya. Salah satunya berkata: ‘Ya Allah, berilah ganti bagi orang yang berinfaq.’ Sementara yang lainnya berkata: “Ya Allah, hancurkanlah harta orang yang pelit.'” [Riwayat al-Bukhari dalam Shahīh-nya II/522/1374 dan Muslim dalam Shahīh-nya II/700/1010.]
Dengan demikian, dalam konsep Islam, pengeluaran harta untuk berbagai macam bentuk kebaikan di jalan-Nya merupakan aset dan investasi yang pasti menguntungkan baik secara materi maupun immateri, tangible maupun intangible, di dunia maupun di akhirat; dan bukan liability atau biaya yang akan mengurangi harta. Justru tindakan menahan harta itulah yang akan menimbulkan kerugian. Kaum Muslim wajib meyakini kebenaran hal tersebut, sebagaimana mereka wajib meyakini kebenaran seluruh janji Allah dan Rasul-Nya. Mungkin dapat dikatakan bahwa pada umumnya kaum Muslim pun telah mengetahui konsep di atas. Hanya saja penyakit krusial dalam hal ini terletak pada kelemahan aqidah, sehingga pengetahuan tersebut hanya menjadi sebatas pengetahuan, tidak membuahkan keyakinan yang akhirnya melahirkan tindakan nyata.
Konsep Islam tersebut mungkin sulit diterima—apalagi diyakini dan terlebih diamalkan—oleh mereka yang teracuni oleh materialisme, mendewakan kebendaan dan berpikir matematis secara short time. Permasalahannya, virus materialisme tersebut terus-menerus menginfeksi dan menjangkiti kaum Muslim seiring derasnya arus budaya syahwat, baik sadar maupun tidak.
Continue reading →